Minggu, 20 Desember 2015

Terlambat Memahami

Apakah kau tahu apa itu Cinta?

Suatu ketika, aku bertanya “apakah kau punya hati?”. Lawan bicaraku pun menjawab “ya, aku punya hati.”. Aku pun kembali bertanya “apa yang kau punya dari hatimu?”. Ia pun menjawab “Cinta.”

Bolehkah aku menarik kesimpulan bahwa cinta ada dalam hati? Namun, sesederhanakan itu cinta? Aku tak paham. Atau lebih tepatnya aku belum paham tentang cinta.

Astaga, mungkin bahasa ku terlalu tinggi untuk mengatakan hal-hal tentang cinta. Aku meralat semua pernyataan dan simpulanku tadi. Dan kusebut menjadi perasa didalam hati.

Aku tak tahu sejak kapan perasa itu tumbuh. Aku tak tahu bagaimana selukbeluk adanya perasa itu didalam hatiku. Semua terjadi begitu saja. Aku hanya tertegun saat aku menyadari bahwa ada perasa yang berbeda didalam hatiku. Namun, disaat aku menyadarinya kau sudah terlanjur pergi.

Tak ada yang bisa disalahkan tentang dua hati yang terlambat menyadari atau yang terlanjur pergi. Kalian tau? Kedua hati itu sama-sama berjuang. Saat satu hati mengirimkan sinyal perasa, satu hati lainnya pun mencoba menafsir setiap sirat perasa. Hanya saja satu hati lainnya itu tak bisa untuk benar-benar menafsir. Karena apa? Keadaan memaksanya untuk enggan memahaminya. Namun, saat satu hati lainnya mulai memahami, satu hatu hati yang pertama mulai beranjak pergi. Pergi bukan untuk meninggalkan. Namun, menghentikan suatu penantian. Bukan tentang berhenti berjuang.

Kini, apa yang bisa dilakukan oleh satu hati lainnya itu? Berganti untuk menanti? Menanti yang pergi? Menanti yang belum tentu kembali? Berjuang memang tak sebercanda itu. Berjuang memang tak seperti dua garis yang sejajar, selalu bersama meski tak mungkin berakhiran sama.

Aku pasti berjuang, namun entah sampai kapan. Aku pun akan mengejar meski tak secepat kilat.

Pernahkah kalian berjuang? Memperjuangkan perasa yang ada didalam hati?
Pernahkah kalian mengejar? Mengejar yang entah akankah kembali?
Hati tak melulu soal cinta. Tapi cinta pastilah melibatkan hati.





-DNS-

Luka

Kau tahu, apa yang kini sedang ku rasakan? Kau tau, apa yang kini sedang mengusik pikiranku. Kamu. Yang ku pikir sebagai orang keduaku. Tapi ternyata bukan. Kau tahu, mengapa harus ada rasa itu? Tidak, tidak seorangpun tahu mengapa suatu perasa bisa tumbuh. Tidak seorangpun mampu benar-benar mengontrol perasa itu. Termasuk aku. 

Yang perlu ku tahu lagi, aku takkan dapat dengan mudah memilikimu. Atau, tanpa deklarasi kepemilikan aku akan tetap bisa bersamamu. Ralat. Berada didekatmu. Mungkin saja bisa. Ya bisa jika aku mau berjuang. Berjuang seorang diri? Ya. Sanggupkah? Aku tak tau.

Mungkinkah seiring berjalannya waktu, ada pintu untukku? Ada celah untuk aku masuk secara nyata dalam kehidupanmu? Menebaknya akupun tak bisa. Apalagi benar mendapat kesempatan itu.

Jangan salahkan aku mengapa aku merangkai kata seperti ini. Hatiku pikiranku kini semua tertuju padamu. Tertuju pada perasa yang lama tak tersampaikan. Tertuju pada perasa yang sempat terabaiakan. Dan kini ku tau aku terlambat untuk memahaminya. Terlambat untuk mengerti.

Entah, masihkah ada kesempatan atau tidak. Cukup aku yang harus tahu diri. Cukup aku yang kini berganti merasakan yang disebut sebuah penantian. Penantian yang entah sampai kapan.


Aku enggan terpuruk oleh keadaan ini. Tetapi akupun tak tahu bagaimana caraku menghindari keterpurukan ini. Aku. Kamu. Akankah menjadi kita? 


-DNS-

Antara

Saat kau tak benar-benar berada di suatu keadaan yang kau harapkan.
Saat kau tak benar-benar berada di suatu perasaan yang sebenarnya.
Saat banyak hal menjadi abu-abu.

Antara ya atau tidak.
Antara melangkah maju, bertahan di satu titik, atau mundur teratur meninggalkan suatu yang tlah diatur.

Menjadi satu-satunya tak selalu diharapkan.
Menjadi satu-satunya tak selalu jadi menyenangkan.

Kau tahu?
Karena dunia ini tak nyata hanya satu.
Ada banyak keambiguan yang membuat tiap perasanya menjadi mengabu.

-DNS-


Jumat, 11 Desember 2015

Dia bukan aku

Aku tak tahu, seberapa lama aku tertidur. Aku tak tau mengapa tiba-tiba aku terbangun dan harus dihadapkan oleh kenyataan seperti ini. Sekarang, aku ada secara nyata. Namun, mengapa kau mencari-cari orang yang menyerupaiku. Kemudian menganggapnya adalah aku.

Kau tahu, bagaimana remuknya hati ini? Aku sendiri tak tahu mengapa aku masih sanggup melihatmu. Melihatmu ketika kau bersama dia yang kau anggap aku. Tak kau rasakankah getaran yang berbeda?  Saat tiba-tiba mataku dan matamu saling bertemu, ya bertemu seperti biasanya. Mata kita saling bertautan bahkan untuk sepersekian detik aku merasakan detak jantungku berhenti. Namun, tak lagi mata hitam indahmu yang kulihat, tetapi keberadaannya di sisimu.

Kau tahu bagaimana mirisnya hati ini. Kau lukai sebegitu pedihnya. Kau tinggalkan sebegitu kejamnya. Kau biarkanku terbayang dalam canda indah yang pernah kita lalui bersama. Maksutku, kau dan aku. Kini kau hanyalah seperti bintang pijar yang tak mampu ku gapai. Kini aku seperti orang bodoh  yang tak tahu kemana arah hidupku.

Aku hanya tak habis pikir saja denganmu. Sebegitu mudahkah kau melupakanku. Atau lebih tepatnya mengasingkanku dari hatimu. Aku tahu, aku masih ada dalam kehidupanmu dan kau pun begitu. Namun kini, kau tak selalu ada untukku. Tak seperti dulu.

Bukankah lebih indah kita saling memahami dari awal, bukan malah menjadikan pelarian? Sekali lagi dari sisi mana kau anggap dia sama denganku. Dari sudutpandang mana kau melihatku ada pada dirinya, padahal keberadaanku nyata untukmu.

Sungguh seharunya aku tak perlu tertidur untuk sekian waktu yang lalu. Sungguh seharusnya aku menyadari hadirmu. Bukan malah mengabaikanmu. Kini aku sendiri merasakan bagaimana sakitnya kehilangan dirimu.


Sungguh, aku nyata ada untukmu. Dan dia bukan aku. 


-DNS-

Selasa, 08 September 2015

Siluet Senja

Matahari hendak menuju ke peraduannya, Itu adalah saat dimana kau merekahkahkan senyum bahagia..
Sore itu, kau menampakkan dirimu saat senja.. Kau berdiri tegak, seakan kau ingin menantang indahnya senja.. Matamu terus menerus menatap semesta.. Entah apa yang sebenarnya kau cari, aku sedikit tak memahami.. Yang aku tau kau begitu menyukai senja.. Sesekali kau meminjingkan matamu dan membenarkan letak kaca matamu, mungkin kau ingin memfokuskan pandanganmu hanya pada senja..
Sepoi angin semilir menerpa.. Membuat rambut ikalmu bergerak mendayu-dayu.. Beberapa kali ku perhatikan, kau memejamkan matamu dan mengambil nafas panjang.. Hal ini aku tak benar-benar mengetahui apa maksutmu.. Yang aku tahu, aku semakin terpesona akan tingkah lakumu..

Kini mataku tertuju pada bayang tubuhmu.. Senja membuat lukisan indah di tanah nan hijau belakang rumahmu.. Bayanganmu jelas tak berbeda dengan bentuk nyatamu.. Siluetmu begitu nyata akan adanya senja.. Kau tahu? Sejak saat itu aku semakin mengagumimu. 

-DNS-

Karena mengagumimu sudah cukup bagiku.

Aku hanya mampu melihatmu dari jauh. 
Dari tempat dudukku yang terbelakang.
Melihatmu bercengkrama manis dengan dia.
Dia yang jelas-jelas itu bukan aku.

Aku hanya bisa tersenyum.
Melihat kau tersenyum saat kau bercengkrama dengan dia.
Memperhatikan setiap lekuk wajahmu.
Menikmati manisnya wajahmu dengan lesung pipi yang nampak menawan dimataku.

Kau tahu.
Aku sering merasa rapuh saat ku melihatmu berjalan bersama dengannya.
Saat dia merapikan rambutmu yang berantakan karena hembusan angin.
Dan itu yang membuatku semakin tak mengharapkanmu.

Entah karena apa aku menikmati peranku.
Aku tak begitu mengharapkanmu menjadi mililku.
Akupun tak begitu mempedulikan seberapa banyak waktu yang kau habiskan bersamanya.
Karena mengagumimu sudah cukup bagiku.

                                                                                                            *Dari Pengagum rahasiamu

-DNS-

Senin, 17 Agustus 2015

#ESSADE47BUBAR

Hari itu, Jumat 3 Juli 2015. Ada acara Buka Bareng sama temen-temen satu angkatan waktu SMP. Acara mulai dari jam 16.00 sampai selesai sih ya. Kalau aku sih selesainya jam 20.39. Acaranya ya gitu deh. Yang jelas sih ada rasa seneng bahagia gitu meet-up satu angkatan. Ya meski ga semua bisa ikut tapi minimalkan bisa meet-up. Acara pertama sih registrasi kek semacam absensi gitu, biar besok di acara alumni selanjutnya gampang buat ngehubungin temen-temen. Terus acara ke dua pembukaan. Nah, diacara ini aku mulai kerja alias jadi MC. Baru kali ini aku mau jadi MC diacara yang ga formal. Ya gapapalah sekalian belajar. Terus acara yang ketiga pembacaan ayat suci Al-Quran habis itu sambutan ketua panitia. Ketua panitianya ya si ketua osis jaman aku kelas 8 dulu. Habis itu acara yang nunjukin bakat-bakat temen-temen seangkatan aku. Penampilan pertama sih dari cowok-cowok yang agak rese gimana gitu. Mereka sih nampilin permainan akustik. Cekidot ini fotonya *maapin ya agak blur
Aku sebutin ya satu-satu dari kiri kekanan. Vokalisnya itu Fauzy Rahmansyah. Dia temen ngeMC aku, sekaligus ketua kelasnya WOLES (Wolu  E ESSADE) jaman aku kelas 8 dulu. Terus yang di kanannya alias yang pakek topi dan bawa tas itu Bagas Mahardika, dia mainin kajon. Kanannya lagi yang ekspresinya flat itu Ksatria Refo, orang paling rese sih kalo menurut aku. Dia pegang gitar. Dan yang paling ujung itu personel yang paling paling deh di mata aku. Hehe ya iyalah, dia Restu Aditya. Dia pegang gitar juga kek Refo.
Penampilan yang selanjutnya sih duet vocal dari Milani Resti sama Veratika. Asli suaranya cetar, tapi maaf ga ada fotonya. Hehe. Habis itu si Akustik main lagi. Di penampilan yang kedua mereka nge-mix beberapa lagu.
Terus habis itu kita ngapain coba. Kita ngerjain temen kita yang waktu hari itu lagi Ulang Tahun. Eh, ga ngerjain juga sih tapi ya semacam dipanggil ke atas panggung terus ya di tanyain macem-macem gitu. Tapi setengahnya baru nanyain ee ternyata Adzan Magrib berkumandang. Akhirnya kita berhenti, dengerin Adzan terus Buka puasa bareng dehh. Terus Sholat Magrib Berjamaah terus makan terus foto foto dulu donk ya. Habis itu selesai deh. Nih, foto sama temen-temen sekelas aku dan seangatan aku nih. Meski keliat kek semut tapi aku seneng bisa meet-up sama merekahhhh. Sekian. Tunggu ya event ESSADE47 selanjutnya. 


-DNS-

Senin, 27 April 2015

Terjebak

Katanya, kejadian itu terjadi sudah cukup lama. Namun mengapa aku sedikitpun tidak mengetahuinya, bahkan untuk sekedar menyadarinya. Tetapi apakah aku harus percaya? Bukankah wajar saja jika sikap seseorang terhadap satu orang atau dengan orang lainnya itu berbeda? Tapi yang aku heran, mengapa katanya sikapnya begitu manis kepadaku? Namun, tenyata aku terjebak. -Inaw

“In, kamu sadar tidak jika sebenarnya ada yang diam-diam memperhatikanmu?”
“Ah, jangan ngaco kamu Ndah.”
“Iya kok, aku serius. Kamu tahukan seberapa besar keseriusanku.”
“Jadi, siapa yang sedang diam-diam memperhatikanku?”
“Ada deh.”  Indahpun langsung pergi dari hadapanku
Kata-kata Indah membuatku tiba-tiba tercengang. Bukankah aku telah bergaul ala kadarnya. Maka, wajar saja kan jika aku tidak merasakan ada keanehan. Namun, apa hal yang baru saja dikatakan Indah, sahabatku. Aku sedikitpun tidak memahaminya.
Hari berganti, tetapi Indah masih saja mengata-ngataiku seperti itu. Disitu aku mulai merasa begitu tidak pekanya diriku terhadap lingkungan di sekitarku. Hingga pada akhirnya, Indah mau mengatakan yang sejujurnya.
“Kamu masih belum paham In, siapa yang sebenarnya sedang diam-diam memperhatikanmu?” Tanya Indah dengan wajah sumringahnya
“Tahupun tidak, bagaimana aku bisa paham. Katakanlah saja Ndah!”
“Oke, baiklah. Tetapi kamu jangan terkejut ya.”
Namun, tiba-tiba Arga menghampiri kita. Dan Indahpun belum sempat mengatakan siapa sebenarnya orang yang ia maksut.
“Hai, Inaw Indah. Ganggu sebentar boleh?”
“Ada apa Ar?”
“Aku mau pinjem Indah sebentar. Ada rapat redaksi.”
“Ohh, yaudah pergi sana. Daripada kamu disini bikin aku bingung. Tapi inget ya, kamu masih hutang sama aku.” Kataku sambil menyengir ke wajah Indah
“Siap Inaw.”
Lagi-lagi tertunda, mengapa rasanya aku begitu kecewa. Ataukah aku hanya sekedar penasaran tentang siapa orang yang sebenarnya Indah maksut. Tetapi mengapa aku harus penasaran? Apa karena tingkah orang yang Indah maksut terlalu diam-diam. Mungkin memang sudah saatnya aku harus mencermati atau mungkin mengkhususkan seseorang yang terkesan memberi perhatiannya padaku. Tetapi bagaimana jika aku salah mengartikan semuanya hingga akhirnya aku terjebak sendiri.
~~~
“In, sebenarnya orang yang aku maksut itu Arga.”
“Apa? Arga? Eh, tapi bentar kesambet apa kamu tiba-tiba langsung bilang ke aku?”
“Sebatas biar kamu tidak penasaran aja. Aku kan tau, gimana keseharianmu kalau kamu lagi penasaran. Dan aku kan udah janji ke kamu.”
“Terus, apa yang harus aku lakuin?”
“Ya, kamu coba lihat tingkahnya dia. Kalau menurutku sikap dia ke kamu agak beda, daripada sikap dia ke temen-temen yang lain. Termasuk aku.”
“Ohh aku tahu. Kamu ngerasa dia tidak asyik buat kamu. Atau kamu merasa terdiskriminasi? Iya kan.”
“Astaga Inaw. Buat apa coba. Aku hanya sekedar ngasih tahu kamu aja In. kali aja kamu tertarik memperhatikannya juga. Hahaha.”
“Kamu apaan sih Ndah.”
Arga. Mengapa dia harus dengan jurus diam-diam. Bukankah sebenarnya aku dan dia sudah biasa bergaul satu sama lain. Lalu tujuannya secara diam-diam apa? Ahh entahlah, aku tak ingin ambil pusing. Mungkin sebaiknya biarkan mengalir seperti air saja. Tetapi, bukankah jika aku membiarkan saja sama halnya dengan aku mengabaikan. Memang begitu atau hanya perasaanku saja, mungkin.
Hari berganti, rasanya Arga memang benar-benar memperhatikanku. Dan kini, bukan dengan jurus diam-diam seperti sebelumnya. Perhatiannya semakin nyata. Begitupun perasaan yang tumbuh juga semakin nyata, atau hanya perasaanku saja. Apa mungkin dalam Kisah ini Indah berperan sebagai perantara? Tapi hukum sebab akibat mana yang membuatku memiliki pertimbangan tentang hal ini. Ah, biarkan sajalah, lagi-lagi aku tak ingin ambil pusing.
Hari itu, adalah hari jadi sekolahku ke 50. Tepatnya saat bazar foodn’drink berlangsung. Awalnya akupun tak menyadarinya, hingga tiba-tiba mataku dan matanya saling bertemu, saling beradu dan akupun mampu menemukan bayanganku tepat di bola matanya. Entah apa yang aku pikirkan saat itu, tetapi rasanya aku sedang ingin berpura-pura.
“Arga? Are you okay?” Aku membuka pembicaraan
“Eh, astaga maaf In. Aku tidak bermaksut apa-apa.” Jawab Arga sedikit gelagapan
“Hloh, emang tadi kamu ngapain.” Tanyaku dengan sedikit berpura-pura penasaran
“Mandangin kamu.” Jawab Arga dengan PDnya
“Yee, apaan sih.”
“Ya tidak apa-apa. Tidak ada yang salah kan?”
“Terserah kamu aja deh.”
Sebegitu beraninya Arga mengatakan hal itu padaku. Entah sebenarnya dia sengaja atau memang dia keceplosan. Lalu apa maksutnya? Tetapi, apakah aku terlalu cepat mengartikan perasaan yang tumbuh ini? Apa tidak terlalu dini jika aku menganggap sikap Arga sama seperti apa yang Indah maksut. Tetapi sekarang aku mulai menyadari, ada dua kemungkinan tentang peran Indah. Mungkin saja Indah sebagai perantara, tetapi mungkin saja Indahpun hanya sebagai pengamat. Disitu aku mulai merasa bahwa aku telah terjebak.
~~~
Seminggu berlalu. Entah hanya perasaaku saja, atau memang benar-benar terjadi. Arga menjauh. Perhatiannya tak lagi sama seperti seminggu lalu. Bahkan aku sudah jarang melihatnya menyambangi kelasku. Mungkinkah terjadi sesuatu dengan Arga?
“Ndah, rasanya Arga jarang ya ke kelas kita lagi?”
“Iya, semenjak HUT sekolah kan?”
“Hemm.”
“Waa, jangan-jangan kamu kangen ya?”
“Apaan sih. Tidak mungkinlah.”
“Yakin? Raut wajahmu berubah hloh. Yaudah deh nanti aku carikan info tentang dia.”
“Yayaya, terserah kamu aja deh Ndah.”
Bel istirahat berdering, seluruh siswapun berhamburan keluar kelas dan menuju kantin. Tetapi tidak dengan Indah. Mungkin Indah ingin langsung mengeruk informasi tentang Arga? Ah biarlah yang jelas saat ini aku sedang ingin mengeruk makanan di kantin. Lima belas menit kemudian, nampak dari jauh Indah berlari kecil menuju kantin. Diapun langsung mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.
“In.”
“Darimana saja kamu? Tumben tidak langsung ke kantin.”
“Aku mau kasih tau info tentang Arga tetapi kamu jangan marah ya.”
“Okay, silahkan.”
“Arga jadian sama Stefi.”
“Wow.” Hatiku berkecamuk. Nafasku tersenggal-senggal. Tapi aku sadar aku bukan siapa-siapanya.
“In, Are you Okay?”
“Yes, I’m fine. Tidak apalah. Jadi kesimpulannya prediksimu salah total!”
“Tapi kamu tidak marah kan?”
“Tidak, aku kan juga tidak begitu berharap pada Arga.”
“Oke syukurlah.”

Secara lisan aku mampu aku mengatakan “aku tidak begitu berharap” tetapi bisa jadi “aku sedikit berharap”. Dan kini aku menyadari, aku telah terjebak. Perkataan Indah mebuatku terjebak dalam perasa singkat tak bernama. Begitupun pada akhirnya aku sendiri terjebak dalam penyesalan yang belum bisa kuakhiri. Jadi, disini Indah hanya berperan sebagai pengamat. Dan Aku Terjebak!

Dhini N. Shabrina 


Jarak....

Ya. Jarak. Dalam ilmu fisika itu berarti panjang lintasan yang dilalui benda atau  apapun yangmana pasti akan ada perpindahan. Namun, bagaimana mengenai jarak dalam hubungan? Menurutku jarak yang ini adalah jarak tanpa perpindahan. Karena jika berpindah, mana mungkin ada hubungan dalam jarak itu.
Dalam hal ini, jarak adalah rangkaian kepercayaan yang perlahan tumbuh seiring tumbuhnya kesetiaan serta kerinduan. Tiada mungkin terbentang jarak tanpa kesetiaan. Dan tiada mungkin terbetang jarak tanpa kerinduan. Yah seperti hukum sebab akibat dan hukum newton 3. K *fisikalagee*.
Sekian kilometer yang terbentang mungkin hanyalah suatu pernyataan. Atau mungkin ungkapan. Bukan aku menganggap jarak itu suatu yang mudah, tapi mungkin sebentar lagi aku juga akan terbentang jarak dengannya *hayohhsiapah*. Dalam harap semoga rangkaian kepercayaan dan kesetiaan itu bisa selalu terjaga.
Karena jarak, mulut akan jarang sekali untuk sekedar saling menyapa. Mata akan jarang sekali untuk tiba-tiba saling menatap. Kaki ini akan berbeda dalam melangkah. Serta tangan yang akan sangat jarang untuk sekedar saling bergenggaman. Namun ada satu yang akan sama. Hati. Yahh, hati ini akan tetap sama. Tetap berdampingan.
Mungkin ini yang dinamakan ujian. Yaa walau hanya sekian persen dalam kehidupan. Yang mana kita harus mampu menahan dan bertahan.
Namun aku mengerti bahwasanya seiring dengan berjalannya waktu, jarak mungkin akan “sekejap” musnah. Dimana disitu ada pertemuan. Sebagai puncak ketidakmampuan menahan kerinduan. Sebagai puncak pertahanan kerinduan. Yang akan sekejap musnah dan perlahan tumbuh lagi. Namun tak apa.
Terkadang aku berfikir bahwa semua ini sekan-akan perlahan akan menyiksaku. Jika kumampu mungkin ku ingin menolak semua itu. Tapi tiada daya ku untuk hengkang. Tak apalah semua ini adalah takdir Tuhan. Sehingga semoga semua kan indah pada waktunya.
Terkadang aku juga berfikir, bahwa semua itu adalah bentuk pengorbanan. Pengorbanan untuk kebaikan kita, “masing-masing”.
Selain itu, inilah sebagian kecil dari yang di namakan perjuangan. Kita yang sama-sama memperjuangkan perasaan. Rasa yang tidak muncul secara sekejap dan instan. Rasa yang perlu serta pantas untuk diperjuangkan.
Meski aku tak tau apakah “inilah” yang sebenarnya. Ataukah hanya suatu yang “bukan sebenarnya”. Namun saat ini “inilah” yang terikat adalah “inilah yang sebenarnya”.
Semoga benteng pertahanan akan selalu mengelilingi kita. Sehingga diantara kita tiada yang mampu keluar dari semua ini. Dan tiada yang bisa menyusup masuk pada semua ini. Aku tetap untukmu. Dan kamu tetap untukku. {{}}

Dan semoga jarak itu menjadi indah ~
                                                                            Sabtu, 5 April 2014

                                                                            Dhini Nur Shabrina W.A

Senin, 13 April 2015

FlashBack

Kalo dari judulnya sih kayaknya udah enggak asing buat kita.. Flashback udah sering kita lakuin.. Tapi cara dari flashback dan cara menyikapinya juga beda.. Kalo ini beberapa untaian kata *jiahh untaian* tentang flashback menurut saya sendiri..
    Setiap hari yang kita lewati selalu melukiskan kenangan.. Dan itu pasti.. Entah yang membuat kita senang akan hal itu maupun yang membuat kita menjadi jengkel.. Yaa, setiap harinya pasti berbeda.. FLASHBACK.. Yah alur mundur.. Jika kita flashback dengan masa lalu kita, pasti kita bisa ketawa-ketawa sendiri *tapi kalo yang kita inget itu masa-masa disaat kita merasakan kebahagiaan*.. Tapi kebahagiaan yang sebenarnya hloh yahh bukan kebahagiaan yang semu.. Namun bagaimana jika yang kita inget adalah kenangan pahit yang pernah kita rasakan di masa lalu?? Mungkin kita akan merasa kembali terpuruk, kembali merasa terjatuh bahkan sakit hati lagi.. Lalu apa yang bisa kita lakukan?? Menangiskah?? Berceritakah?? Atau hal yang hanya bisa kita mengerti sendiri tanpa ada orang lain yang bisa mengertinya.. Hal yang bisa kita tafsirkan sendiri.. Dan enggak bisa ditiru orang lain..
    Menangis memang membuat perasaan kita menjadi lebih lega.. Namun hal itu ngak sama sekali bisa nyelesein masalah.. Lewat menangis kita memang bisa lebih lega tapi jangan sampai entar kita malah lupa sama masalah kita.. Emt kalo dengan bercerita bisa terjadi dua kemungkinan.. Yang pertama, orang yang kita ajak cerita bisa mengerti dengan kondisi kita sehingga dia bisa ngasih solusi tentang hal yang kita alami.. Kemungkinan kedua, orang itu hanya menjadi pendengar yang baik alias hanya mengiyakan setiap hal yang kita ceritakan ke dia tanpa dia mengerti akan keadaan kita.. Namun sisi negative dari kita cerita ke orang yang salah adalah dia menceritakan hal yang kita ceritakan ke orang yang tidak semestinya alias buka aib kita..
    Lalu apa yang harus kita lakukan?? Biar kalo kita flashback itu enggak bikin sedih tapi malah sadar kalo yang udah kejadian itu biar aja menjadi masa lalu yang berharga dan memberikan kita petuah untuk menjadikan masa depan menjadi lebih indah dari sekarang dan masa lalu.
    Kalo dari cara yang kedua, yaitu cerita. Kita harus hanya mempercayai satu orang yang benar-benar bisa menjaga hal itu.. Bukan hanya menjaga, tapi memberikan kita petuah yang pastinya bisa berguna bagi kita.. Lalu siapakah orang itu?? Perlahan aku menyadari.. Hingga aku mencoba untuk bisa memberanikan diri *ceileh, berani ngapain yah?*.. Dan kalian pun juga harus bisa seperti itu.. Orang itu selalu ada untuk kita.. Dia selalu mengerti akan keadaan kita.. Dialah orang yang sangat tau pasti tentang kita.. Dan yang jelas dia selalu hadir dalam setiap hari kita.. Dan membuat hari itu menjadi bermakna akan hadirnya dia.. Tapi terkadang kita ngak sadar akan orang itu.. Dan kita malah cerita ke orang yang salah..
    Kalopun kita masih enggak bisa ngerti dari cara kedua, kita bisa langsung cerita ke Allah.. Beliau pasti tau akan segalanya.. Termasuk bagaimana cara mengatasi setiap hal yang terjadi pada kita.. Lewat setiap tegadah kita.. Lewat setiap do’a yang kita kirim kepadaNya.. Lewat setiap ayat yang kita baca.. Dan lewat setiap saat kita bersujud kepadaNya.. Dan itu pasti bisa bikin kita tenang.. Kalopun dengan cara itu kita masih belum bisa tenang berarti kita harus lebih mendekatkan diri lagi kepada Allah.. Atau kalo enggak yaa kita cari cara itu sendiri..
    Flashback itu yaa kadang bikin seneng, kadang bikin juga bikin sedih.. Kalo flashback yang paling nyesek sek sek sek se nyesek-nyeseknya itu menurut saya adalah waktu kita flashback tentang hal awalnya bikin seneng saking senengnya kita ngerasa jadi orang paling beruntung dan sampe titik puncaknya,, tapi bisa itu kita jatoh,, dari ketinggian yang enggak bisa kita itung, tak terhinggalah pokoknya,, aaaaaaa!!!! brukkkkk !!!! terus mati deh!!!!. Hehhh Kasiannn…. *Yahh bisa dibilang flashback pas diPHPin someone lah..
    Yaa, buat temen-temen kalo flashback jangan terlalu mendalam banget deh.. Entar takutnya kalo sedih malah jadi tersungkur lagi, dan itu dilubang yang sama lagi.. Aduhh.. Huhhh.. Jatoh kok disitu lagi? Enggak bosen apa.. K.. Sedih sihh boleh aja.. Asalkan jangan terlalu lama dan terlalu larut.. Entar kalo udah larut berarti kesedihannya udah melekat banget donk di kita.. Jangan dehh.. Entar malah jadi galau akut terus jadi depresi.. L..
    Emt, FLASHBACK kan mengingat masa lalu.. Berati kayak pelajaran sejarah donk.. Menurut saya Sejarah mengajarkankan kita flashback :D *geje geje geje.
    Tenang aja,, dibalik setiap hal yang kita alami pasti ada hikmahnya.. Termasuk flashback itu juga ada hikmahnya, buat diri kita sendiri, juga buat orang lain..

    Yahh itulah beberapa untaian kata tentang flashback versi saya.. Kalo garing atau malah geje.. Maafkan saja.. Hehehe J

Jumat, 30 Januari 2015

DALAM DIAM

Aku hanya terdiam
Namun bukan berarti ku tak peduli
Aku hanya terdiam
Namun bukan berarti ku tak mengerti

Tapi dalam diamku
Ku menyimpan berjuta kerinduan
Yang sepertinya tak bisa ku ungkapkan
Dan juga tak bisa ku nyatakan
Dengan sejumlah kata yang telah kukenal

Entah hal apa yang telah terjadi
Akupun juga tak mengerti
Mungkin merenungkan segala yang telah terjadi
Atau mungkin penyesalan yang tak berarti
Atau mungkin suatu hal yang masih belum ku mengerti


Hanya angin malam yang menemani
Dan udara dingin yang menyelimuti
Dalam diamku ku berusaha berdo’a
Memohon kepadaNya agar ku bisa
Bisa kembali mengeluarkan beberapa patah kata
Untuk menjawab arti diamku ini
Tuhan bantulah aku
Seorang yang lemah dan tak berdaya ini 


Kamis, 08 Januari 2015

Kamu

          Sesosok yang awalnya membuatku kagum terhadap dirinya.. Sesosok yang perlahan membuatku nyaman berada didekatnya.. Sesosok yang sering memberiku arah saat aku mulai tersesat..
          Dirimu begitu indah.. Dirimu seakan begitu membuatku menjadi makhluk paling beruntung.. Dirimu yang awalnya sulit untuk ku mengerti.. Namun perlahan kumulai bisa memahami..
          Dirimu yang begitu berbeda dengan lainnya.. Dirimu yang ternyata tidak seperti yang aku banyangkan.. Disaat yang lain mungkin lebih mengintensifkan waktunya untuk menghubungi, tetapi dirimu malah sebaliknya.. Disaat yang lain mungkin mengharuskan dalam satu minggu harus bertemu minimal satu kali, tetapi kita? Bahkan dalam kurun waktu dua bulanpun kita belum bertemu.. Entah waktu yang enggan mempertemukan ataukah kita yang mungkin tidak memiliki waktu untuk itu..
          Tetapi, dirimu tetap special dihatiku.. Dirimu tetap tersimpan di palung hatiku yang terdalam.. Namamu tetap terukir dengan indah.. Dan kenangan-kenangan kita masih jelas terekam dimemoriku..
Satu yang ingin aku katakan padamu..

Aku tetap mencintaimu sampai habis masaku.. 

-DNS-

Pertemuan di Ruang Teater

Tidak ada terlalu cepat.
Tidak ada yang terlambat.
Semua tepat pada waktunya.
Hanya saja kita harus sabar menunggu.
Rencana Tuhan indah bukan? J
Hari ini hari pertamaku untuk mengikuti ekskul teater. Ya tepatnya karena aku siswa baru di SMA ini. Aku pindah ke sekolah ini karena ayahku dipindah tugaskan. Aku hanya berjalan menyusuri lorong-lorong sekolah. Kata teman sekelasku ruang teater berada diujung lorong gedung bagian timur.
“Mungkin ini” Gumamku dalam hati.
Setelah aku membuka pintunya ternyata Pembina teater sudah berada di ruang itu. Dan aku terlambat 1 menit.
“Permisi Bu. Maaf saya terlambat.”
“Kamu anak baru ya?”
“Iya Bu. Apa saya dapat hukuman?”
“Sudah tidak apa-apa,. Mungkin tadi kamu bingung mencari ruangan ini kan? Selamat bergabung ya. Siapa namamu?”
“Terimakaih Bu. Saya Shaqilla Thalitharia Agnessia Putri.”
“Oke. Perhatian semuanya. Sebelum dimulai latihan hari ini. Kita berdo’a dulu. Ber’doa mulai ----. Berdo’a selesai. Sebelumnya, ini ada anggota baru, namanya Agnessia Putri. Ibu harap kalian bisa berteman baik dengan dia. Kalian bisa latihan dulu. Ibu mau mencari karakter untuk Agnes.”
“Baikk bu”
Selesai memperkenalkanku pada anggota teater, bu Sita melatihku untuk menemukan karakter yang cocok untukku. Dan ternyata aku cocok menjadi protagonis. Aku berlatih dan terus berlatih. Namun ternyata pada hari ini belum ada latihan yang sesungguhnya. Melainkan baru mencari-cari karakter untuk pentas 5 bulan lagi. Begitu kata bu Sita.
Ternyata ada temanku satu kelas yang juga mengikuti ektrakulikuler tearter ini. Rachel. Aku menghampirinya karena semua orang terlihat asing bagiku.
“Rachel?”
“Eh, Shaq. Maaf gue nggak tau kalau lo ikut teater juga. Tau gitu tadi  bareng, lo  pasti bingungkan cari ruangan teater.” Terang Rachel
“Enggak papa Hel. Iya sih agak bingung. Gue harap lo bisa bantu gue ya disini.”
“Iya. Pasti. Kalau gitu ayo gue kenalin lo sama temen-temen yang lain.”
“Okee. Makasih. Mari.”
Satu per satu anggota klub teater mulai kukenal. Semuanya ramah. Tetapi ada satu anggota klub yang menurutku sedikit kurang bersahabat. Namanya Alno.
“No, kenalin Shaq.”
“Katanya bu Sita tadi Agnes. Kok sekarang Shaq. Aneh.” Begitu kata Alno dengan ketusnya
“Namaku Shaqila Thalitharia Agnesia Putri. Mungkin yang mudah diingat bu Sita Agnesnya.” Terangku panjang lebar
“Ohh. Sayangnya namamu bagiku nggak penting. Yaudah eh gue Alno.”
“Maaf gue males buat debat. Senang berkenalan denganmu.” Kataku sembari meninggalkan Alno. Rachelpun tidak berkata apa-apa.
Setelah menjauh dari letak Alno, Rachel menjelaskan bahwasanya Alno tidak biasanya bertingkah seperti itu. Biasanya di nyambung dengan yang lainnya. Mungkin dia sedang ada masalah. Bisa jadi Rachel menyuruhku untuk tidak terlalu memasukkan kata-kata Alno tadi.
~~~
Hari pertama disekolah baruku begitu menyenangkan. Tanpa ada bullying atau apapun. Semua temanku ramah dan asyik. Terkecuali, Alno. Ah biarkan saja. Dia hanya teman satu klub yang akupun tak tahu dia sebagai apa.
“Malem Shaqila. Gimana tadi sekolahnya?” Sapa manis kakakku. Kak Rhein
“Malem Kak. Asyik kok kak. Temenku baik-baik. Cuman satu yang agak ketus. Tapi untungnya nggak satu kelas.” Jelasku pada Kak Rhein
“Loh, udah kenal juga sama yang beda kelas?”
“Beberapa sih Kak. Tadi kan udah masuk ekstakulikuler. Terus sama temen sekelasku dikenalin sama seluruh anggota klub.”
“Ohh gitu. Ya semoga kamu betah gitu aja sih. Sama andai kata dia ketus lagi nggak usah dibawa hati.”
“Okeesip Kakak.”
“Yaudah kakak tinggal dulu.”
~~~
Hari demi hari terlewati. Aku mulai bersahabat dengan sekolah ini. Begitupun aku semakin bersahabat dengan Rachel. Minggu ini agenda klub teater adalah pembagian pemeran, begitu kata Rachel.
“Shaq nanti ke ruang teater bareng gue aja. Hari ini keknya bakal ada pembagian pemeran.”
“Oke deh. Karaktermu apa Hel?”
“Gue sih protagonist bisa antagonis juga bisa. Tinggal nanti dapet bagiannya apa. Kalo kata bu Sita, wajah gue bisa didandanin jadi protagaonis ataupun antagonis.”
“Wah, multitalent donk.”
“Syukur deh. Kalo lo?”
“Gue? Kemaren sih katanya bu Sita gue cocokan jadi protagonis.”
“Iyalah lo kan orangnya polos.”
“Yee apaan sih Hel.”
Percakapankupun berhenti sesaat setelah guru mapel biologi masuk ke kelas. Kelas menjadi hening, dan semua siswa memperhatikan pennjelasan guru dengan seksama. Ya mungkin karena materi yang disampaikan rumayan berat. Hehehe.
Bel tanda pelajaran selesaipun berdering. Beberapa siswa ada yang langsung pulang. Tapi tidak denganku. Seperti yang kubicarakan dengan Rachel tadi tentang klub teaterku.
“Ayo Shaq.” Ajak Rachel
“Iya Hel. Bye the way sesering apa sih klub teater ngadain pertunjukan?” Tanyaku ke Rachel
“Kalo yang wajib itu pas persembahan perpisahan kakak kelas Shaq. Kalo yang lainnya sih kayak pas pensi akhir semester, ulang tahun sekolah, terus kalau ada tamu ke sekolah sama kadang ada perlombaan teater tingkat SMA sederajat.” Terang Rachel
“Ohh gitu. Banyak juga ya.”
“Iya Shaq. Siap-siap aja sering dapet kabar buat latihan mendadak.”
“Oke deh.”
Sesampainya di Ruang Teater ternyata sudah banyak siswa lain yang ada disana. Yaa mungkin waktu untuk turun ke lantai satu agak lama. Tak lama kemudian bu Sita datang.
“Selamat sore semua.”
“Sore Bu.” Jawab kami serempak
“Alno saya minta absennya.”
“Ini Bu. Semua sudah datang.”
“Bagus, kalau begitu sebelum memulai latihan sore ini, kita berdo’a dulu. Do’a mulai ---- Do’a selesai.”
“Hari ini kita akan bahas untuk acara perpisahan kakak kelas kalian. Kita dapat durasi 25 menit untuk tampil. Untuk waktu dan tempat pelaksanaannya nanti nyusul. Menurut ibu, kita akan ambil Drama Keong mas tetapi dalam bahasa Inggris. Dan ibu akan memberikan kesempatan kepada Shaq, untuk menjadi pemeran utama dalam pementasan kali ini. Bagaimana Shaq kamu bersedia?” Begitu penjelasan dari bu Sita. Suatu kepercayaan dan tanggung jawab besar yan diberikan kepadaku.
“Berjalan aja bu. Saya akan berlatih sebiasa saya. Andai memang bagus saya bersedia. Tetapi andai ada yang lebih cocok saya juga tidak apa-apa jika harus tergantikan.”
“Baik, kalau begitu pasangan main kamu adalah Alno. Kamu sudah kenal kan dengan dia?”
“Alno bu? Iya bu, sudah.”
Setengah kaget, gimana bisa aku bekerja sama dengan orang yang super jutek seperti Alno. Tapi aku harus bertindak professional. Aku harus menunjukkan kemampuanku dengan baik. Aku tidak boleh membuat kecewa dan hanya mengulur waktu untuk menemukan pemeran utama yang pas. Aku tau, aku bisa.
~~~
Inu Kertapati        : “Thanks a lot, Dewi Kirana. I will always love and prevent                             you forever.”
Dewi Kirana           : “I just can give my heart for you. Thank you very much.” 

“Kat.”
Adeganpun berhenti. Aku dan Alno baru memainkan dua scene dan untungnya lancar. Bu Sita-pun nampaknya menyukai aktingku dengan Alno. Chemestrynya dapet, begitu kata bu Sita.
“Kalian boleh istirahat dulu. Nanti ibu panggil lagi.” Terang bu Sita.
“Baik bu. Terimakasih.” Jawabku bersamaan dengan Alno.
Aku dan Alnopun sedikit menyingkir dari ruang utama. Kita-maksudku Aku dan Alno menuju ke teras ruang teater.
“Bu Sita emang baik kalo sama pemeran utama.” Alno membuka pembicaraan
“Oh ya? Kenapa?” Kataku sedikit kebingungan
“Haduh. Dasar yaa anak baru. Barusan kitakan di baikin sama bu Sita. Yang lainnya masih harus latihan, sedangkan kita ada tambahan jam istirahat.” Terang Alno
“Oh jadi karna itu.” Jawabku singkat.
Akupun semakin mengenal lawan mainku. Perlahan sikap Alno berubah. Dia tidak sedingin saat pertemuan pertama, beberapa minggu lalu. Alno bersikap baik dan ramah terhadapku. Benar kata Rachel. Setiap aku kurang paham dengan naskahnya, Alno selalu membantuku. Alno selalu memberikan arahan terhadapku. Bahkan untuk menemukan gerakan yang pas, Alno sangat berbakat. Aku kagum terhadapnya. Bahkan selain teater, Alno banyak mengikuti kegiatan, begitu kata Rachel. Mungkin kadar kekagumanku bertambah.
“Alno ternyata baik juga ya Hel.”
“Emang dia baik kok Shaq, mungkin waktu perkenalan dulu dia lagi ada masalah, jadi agak ketus.”
“Mungkin.”
“Kenapa senyum-senyum sendiri? Lo suka?”
“Ahh enggak kok.”
“Selain teater, dia juga anak band sama basket lho Shaq.” Terang Rachel tanpa kuminta.
“Biarin deh.” Kataku tidak menggubris
~~~
Hari berlalu. Pentaspun hanya tinggal menghitung hari. Klub teater semakin sering mengadakan latihan. Dan otomatis pertemuan antara aku dan Alnopun semakin intensif. Aku rasa, mulai ada getaran aneh yang terasa. Sepertinya ada perasaan yang mulai terlibatkan. Tapi, apakah Alno juga merasakan. Ataukah hanya aku yang terlalu berperasa. Entahlah yang penting, aku nyaman dengan keadaanku sekarang ini.
“Besok kita akan gladi bersih. Ibu harap semua bersiap dengan baik. Naskah, gerakan property harus sudah clear semua.” Terang bu Sita. Tak lama kemudian, Alno menghampiriku.
“Shaq?” Sapa Alno
“Iya Al. Kenapa?”
“Aku mau bahas teater nih. Sekarang, bisa?”
“Bisa. Kenapa?”
“Ntar aja aku jelasinnya. Ayok ke kantin.” Begitu kata Alno sambil meraih tangaku. Apa maksutnya. Kenapa Alno harus meraih tangaku? Bukankah cukup mengajakku dan aku akan mengikuti langkahnya dari belakang.
Sesampainya di Kantin, Alno malah memesan makanan bukannya malah langsung mengatakan apa yang ingin dia katakan. Tapi, tak apalah bayak waktu yang bisa kuhabiskan bersamanya-apa.
“Sebenarnya kamu mau bicarain apa?”
“Nothing.”
“Nothing? Jadi kamu boongin aku? Terus tujuan kanu apa?” Kataku sedikit menekan.
“Biar ada waktu bareng kamu. Ya sama karna aku nggak ada temen makan.”
“Seakan-akan kamu nyulik aku.”
“Udah deh itu makan aja. Aku traktir.”
Aku bertanya dalam hati. Apa maksut Alno mengatakan “biar ada waktu bareng kamu”? apa jangan-jangan Alno juga berperasa? Ahh mengapa sekarang aku begitu berharap? Tuhannn perasa apa ini.
~~~
Setelah berlatih cukup lama, akhirnya hari pementasanpun tiba. Panggung hiburan berdiri dengan megahnya. Semua pemain sudah siap dengan kostum maupun propertynya. Dan sekarang entah mengapa aku menjadi sedikit gugup. Syukurlah klub teater tampil urutan ke-2. Jadi aku tidak perlu berlama-lama menunggu. Tiba-tiba suara Alno mengagetkanku.
“Kenapa? Gugup?” Tanya Alno sedikit mengagetkanku
“Ngagetin tau. Sedikit sih.”
“Ini masih mending, tahun lalu orang tua juga diundang.” Terang Alno
“Memang sebelumnya kamu belum pernah pentas di acara seperti ini?” Lanjut Alno
”Dulu hanya lomba. Dan jurinyapun cuman ada 5.”
“Ohh.”
“Cuek amat ya perasaan.”
“Selagi jadi diri sendiri. Kenapa enggak. Aku nyaman dengan begini.” Jawabku agak sedikit ketus
“Yaa terserah aja deh. Toh kamu juga bakal hanyut nanti.”
“Maksut kamu hanyut?” Tanyaku sedikit keheranan
“Ya liat aja ntar.” Begitu jawabannya sembari meninggalkanku.
Hanyut apa yang dimaksut Alno? Hanyut dalam pentas atau-hanyut dalam perasaan. Ahh kenapa aku jadi tidak focus seperti ini. Dan kenapa sejak Alno mengajakku ke kantin, panggilannya berubah. Yang awalnya lo-gue kenapa jagi aku-kamu. What’s really happened? I’m so confused.
Acarapun dimulai. Pembukaan, sambutan dan yang lainnya berlalu. Dan sekarang saatnya klub teater beraksi.
---25menit---
Akhirnya klub teater tampil. Semua berjalan dengan lancar, baik dan sesuai dengan yang direncanakan. Penonton bersorak senang. Bahkan bu Sita sampai menagis haru. PENTAS SUKSES !
Tiba-tiba ada yang meraih tangaku. Aku tak mampu berkata apa-apa. Mulut seakan terkencu. Hatiku seakan beku. Setelah ku tahu, ternyata Alno. Ada apa lagi dengan dia. Dia selalu menghantui perasaanku. Pernahkah aku bersalah terhadapnya? Dan sekarang apa yang akan dia lakukan.
“Shaq.aku tau mungkin ini terlalu cepat. Hanya dari beberapa pertemuan, tetapi aku begitu memaknai berbagai kebersamaan didalamnya. Hatiku telah jatuh dihatimu. Aku mulai menyayangimu. Dan mungkin aku tidak memberimu masa pendekatan yang begitu manis. Semua itu karna aku tidak ingin manis diawal. Kamu ngetikan apa maksutku bicara seperti ini? Aku ingin mulai saat ini, kita bisa sama-sama terus. Dan kemesraan kita tidak hanya di teater tapi di dunia nyata. Aku menyayangimu.” Cakap Alno dengan begtu tulusnya.
“Nggak ada yang salah dengan perasaanmu Al. Akupun juga merasakan. Tidak terlalu cepat ataupun yang terlalu lambat. Semua tepat pada waktunya. Akupun menyayangimu.” Airmataku runtuh. Aku tak mampu menahan bahagia ini. Alnopun memelukku erat dan semakin erat. Dia tak menggubris orang-orang disekitanya. Semua begitu indah bukan?

                                                                                          -Dhini N.Shabrina