Senin, 27 Oktober 2014

Semua Sudah Berbeda

Saat suatu hal sudah berbeda, kurasa tidak ada yang pantas untuk diharapkan lagi. Apalagi mengharap kembali. Kembali pada masa yang ternyata indah. Kembali pada masa yang ternyata tak kusadari.

Hari ini, hari Sabtu. Sabtu malam tepatnya. Hari yang menyenangkan, meski sebelum-sebelumnya juga hari yang menyenangkan. Aku sudah sedikit menyelesaikan tanggungjawabku. Tanggung jawab berupa Ujian Nasional. Aku sudah melewatinya. Dan sekarang hari-hariku hanya terisi dengan berimajinasi untuk membuat karya-karya baru. Namun, malam ini aku ingin bersantai sejenak dengan berpindah ke dunia maya.

Kuambil laptop lengkap dengan modem, secangkir  cappuccino, biscuit untuk sekedar  mengisi perut dan ponsel pastinya. Semua itu kubawa ke serambi depan. Dimana aku bisa menikmatinya bersama angin malam dan gemerlap bintang.

Malam ini aku tidak sendiri. Tapi, bersama dengan kakakku dimana dia sedang menyelesaikan skripsinya. Kakakku berparas cantik, dengan kulit putih cerahnya dan yang aku suka darinya adalah rambutnya yang hitam, panjang dan menawan. Tidak hanya itu, dia selalu menjadi temanku bercerita. Dia selalu menjadi pendengar yang baik sekaligus penasehat yang bijaksana. Aku sangat beruntung memiliki kakak sepertinya.

Saat semua persiapan sudah clear, mulailah aku ber selancar. Jejaring social yang jelas banyak orang memilikinya adalah facebook. Dijaman sekarang, facebook  sepertinya sudah menjadi kebutuhan. Bagaimana tidak, Indonesia menjadi Negara ke-4 dengan pengguna facebook terbesar.
Saat aku mulai menelusuri timeline, aku melihat pembaharuan status temanku yang begitu menyentuh. Dari bahasa, makna dan entah apa aku yang terlalu menghayati dalam membacanya.

“Kak, baca deh. Ngena banget kan?” Kataku dengan harapan Kakakku mau meluangkan sedikit waktunya untuk membaca status temanku.
“Apaan?”
“Siapa dia? Ngena sih. Ngomong-ngomong apa dia ----?” Tanya Kak Rhein penasaran.
“Temenku. Sepertinya sih iya kak.” Sedikit penjelasanku walau sebenarnya aku juga tidak begitu tau.

Kakakku melanjutkan skripsinya. Dan aku mencoba mengetahuinya lebih lanjut. Aku membuka profilnya lebih lanjut. Aku melihat semua aktivitasnya yang dia share difacebook. Ku akui bahwa dia adalah orang yang begitu berbakat. Dan mungkin semenjak saat ini aku menetapkan diri sebagai secret admirernya.

Tiba-tiba Kakakku mengagetkan diriku.

“Kenapa La? Raut wajahmu berubah.” Begitu perkataan Kak Rhein.
 Aku faham kenapa dia mengatakan raut wajahku berubah. Itu karna dia memang pandai menebaknebak gerak-gerik orang disekitarnya. Apalagi aku.
“Aku nggak papa kok kak.” Begitu kataku. Tapi aku berbohong.
“Kamu bohongkan? Kakak tau. Dan jangan bilang kamu mikirin temen kamu tadi?”
“Ah, kakak mah gitu terus. Aku cuman lagi ngestalk dia aja.”
“Emang kamu itu ya dek, selalu aja penasaran.” Kata kakakku yang terkesan sedikit menyindir. Tapi aku suka, jarang banget kakakku mengatakan sikap seseorang tanpa teka-teki.

Aku tak membalas sepatah kata apapun dan hanya melanjutkan menelusuri profil temanku itu. Aku teringat, jikalau aku dan dia tergabung dalam satu komunitas. Bedanya dia lebih senior dariku. Selain itu, aku juga pernah berkirim pesan dengannya itupun juga melalui facebook.

Akupun mencoba membuka pesan lama itu. Dan pesan itu, sudah sejak setahun lalu. Aku hanya tertegun, saat dulu dia menegurku mengenai kata-kataku. Kata-kataku saat aku membalas sapanya. Mungkin waktu itu, aku belum tau arti kata “Ohayo” sehingga aku membalasnya sedikit terkesan kasar dan dingin. Tapi syukurlah setelah itu aku bisa membuat suasana kembali damai.

Di masa sekarang aku berpikir, apakah dimasa dulu dia memperhatikanku. Mempedulikanku? Hal apa yang mendasariku mengatakan itu? Mungkin karena dia sering lebih dulu membuka percakapan. Selain itu, entah sengaja atau tidak, saat aku mendokumentasi kegiatan di komunitasku saat itu dia tepat tersenyum dan melihat ke kameraku.

“Kak?”
“Kenapa?”
“Temenku yang tadi itu, kurasa-rasa pernah peduli ke aku Kak. Coba deh Kakak baca ini.” Aku memberikan laptopku padanya.
“Kakak rasa iya. Tapi kenapa kamu sebegitu dingin ke dia?”
“Aku nggak tau. Dan mungkin aku nggak sadar kalo dia kek gitu kak.”
“Jangan bilang sekarang kamu ----?”
“Enggak lah Kak. Aku belum minat.”
“Belum kan. Brarti suatu saat bisa jadi.”
“Paan sih Kak. Mungkin ya beberapa taun lagi.”
“Iya deh. Adekku Shilla yang sebegitu fokusnya sama pendidikan. Bentar lagi juga udah sweetseventeen kan :D”
“Education is number one! Ciyee Kakak inget.”
“Tega bener yaa kalo aku nggak inget dek. Dan kakak saranin, kamu jangan lagilagi cuek ke orang. Dibawa santai aja. Dan kalo ada orang hadir dalam kehidupanmu disaat kamu lagi kesel, jangan jadiin dia pelampiasan dari kekesalanmu.”
“Aku masuk duluan ya?”
“Siap Kakak! Iya.”
Aku sendriri. Ku akui aku tidak pernah berpikiran untuk menelusuri jejaring socialnya. Tapi hal itu terjadi barusan. Dan lagi, aku sendiri tidak percaya. Sebegitu mudahnya aku bersikap dingin terhadap seorang yang pernah peduli terhadap diriku. Dan sekarang? Ada apa dengaku?

Sekarang aku sadar. Sikap dinginku bisa membuat orang disekitarku mengubah sikapnya terhadapku. Dan mungkin, termasuk dia. Aku tidak menyesal ataupun sejenisnya, aku hanya sedikit kecewa dengan sikapku sendiri. Aku berfikir untuk minta maaf pada dirinya. Tapi nanti aku akan ketahuan jikalau aku telah menelusuri akuunya.

 Aku tau, Di masa sekarang semua sudah berbeda dari masa yang lalu.
Aku juga tau, Di masa yang akan datang pasti juga berbeda dari masa sekarang, maupun dari masa lalu.
Tapi, aku yakin, dimasa apapun itu pasti selalu ada hikmah dari setiap yang terjadi.


-Dhini N.Shabrina-
-26/06/14-

Jumat, 24 Oktober 2014

STAY ON

Aku tau semua ini tak mudah bagiku. Aku tau terkadang semua menyiksaku. Aku sudah memilih. Begitupun denganmu. Aku sedang berjuang. Begitupun denganmu. Kita sedang memperjuangkan pilihan kita masing-masing. Namun kita juga tetap saling memeperjuangkan. Aku memperjuangkanmu. Kamu memperjuangkanku.
          Terkadang aku berfikir, mengapa kita harus berjarak. Dan ternyata ada sedikit perbedaan diantara kita. Bukan kita harus melawan pebedaan itu. Tapi lewat perbedaan itu kita bisa lebih menyatu. Aku bisa lebih mendukungmu. Begitupun sebaliknya. Aku bisa lebih mengerti keadaanmu, waktu-waktumu. Dan mungkin kita akan lebih menghargai pertemuan yang akan jarang sekali terjadi. Mataku akan jarang menatapmu.
          Satu yang perlu kau tau. Hati ini hanya tertuntuk dirimu. Bagaimana denganmu? Apa juga seperti itu? Aku memilih tetap menyandarkan hatiku pada hatimu. Aku memilih menikmati indah dunia bersama panah asmaramu. Bagaimana denganmu? STAY ON. KEEP CALM. I LOVE YOU.